Perubahan tehnologi kepandaian bikinan (AI) makin cepat, mendatangkan pengembangan yang mengganti langkah kita hidup. Satu diantara pengembangan yang mengundang perhatian ialah munculnya AI sebagai "pasangan" untuk manusia.
Chatbot seperti ChatGPT, Tiruan, dan yang terkini, Meta AI, tawarkan hubungan yang makin serupa dengan jalinan manusia.
Tetapi, peristiwa ini munculkan pertanyaan fundamental, Apa AI betul-betul bisa menjadi pasangan yang setia? Dan, apa kedatangan AI ini memberikan ancaman atau malah buka kesempatan baru untuk jalinan manusia?
AI, dengan kekuatannya pahami bahasa natural serta memberi respon dengan pintar, sudah berubah jadi rekan sharing yang ada selalu. Hadirnya tawarkan kenyamanan untuk mereka yang merasa kesusahan share hati sama orang lain, baik karena jarak, trauma masa silam, atau sekedar keperluan akan pendengar yang tidak mengadili.
Tetapi, keterikatan yang terlalu berlebih pada AI sebagai rekan sharing bisa memunculkan efek yang tidak diharapkan. Sama hal nya dengan ketagihan judi bola atau slot, keterkucilan sosial dapat menjadi satu diantara resikonya, di mana pribadi cenderung lebih memilih berhubungan dengan AI dibanding membuat jalinan riil sama manusia.
Selain itu, ada pertanyaan benar berkenaan batasan di antara hubungan manusia-mesin dan kekuatan kecurangan emosi oleh AI. Di lain sisi, AI buka kesempatan baru dalam therapy dan konseling. Chatbot terapeutik bisa memberi support awalnya untuk mereka yang alami permasalahan kesehatan psikis, menolong mereka mengurus depresi, serta menggerakkan mereka untuk cari kontribusi professional.